Jumat, 26 Agustus 2016

Ringkasan Aspek Hukum Dalam Ekonomi BAB I,II,III

TUGAS RINGKASAN
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI BAB I, II, III
OLEH
HENDRI ANGGA SETIAWAN
201350062






JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PAPUA
 













Manokwari
6 April 201
BAB I
HUKUM EKONOMI

1.        Pengertian Hukum
Untuk memperoleh pengertian yang lebih komprehensif tentang hukum dalam ekonomi, perlu ditijau kembali terlebih dahulu pengertian hukum dan ekonomi.

2.        Kaidah/Norma
Norma merupakan aturan perilaku dalam suatu kelompok tertentu, dimana setiap anggota masyarakat mengetahui hak dan kewajiban di dalam lingkungan masyarakat sehingga memungkinkan seseorang bisa menentukan terlebihdahulu bagaimana tindakan seseorang itu untuk dinilai orang lain.
Norma yang berlaku di masyarakat yang mempengaruhi tingkat laku manusia yaitu sebagai berikut:
1)        Norma Agama, merupakan peraturan yang diterima sebagai perintah, lrangan dan anjuran yang diperoleh dari Tuhan YME, bersifat umum dan universal, apanbila dilanggar maka mendapat sanksi hukum yang diberikan Tuhan YME.
2)        Norma kesusilaan, merupakan aturan hidup yang berasal dari hati sanubari manusia itu sendiri, bersifat umum dan universal, apabila dilanggar setiap manusia tersebut akan menyesalkan dirinya sendiri.
3)        Norma kesopanan, merupakan peraturan hidup yang timbul daripada pergaulan manusia, berupa suatu tatanan pergaulan masyarakat, apabila dilanggar oleh setiap anggota masyarakat akan dicela/diasingkan oleh masyarakat setempat.
4)        Norma hukum, merpakn aturan yang bersifat mengiat pada setiap orang yang pelaksanaannya dapat dipertahankan dengan segala paksaan.


3.        Hukum
Dalam memberikan pengertian hukum, para ahli sarjana ilmu hukum melihat dari berbagai sudut pandang, diantaranya adalah:
Ø  Menrut Van Kan
Hukum merupakan keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat.
Ø  Menurut Utrecht
Hukum merupakan himpunan peraturan (baik berupa perintah maupun larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkuran
Ø  Menurut Wiryono Kusumo
Hukum merupakan keseluruhan peraturan baik yang tertulis mapun tidak tertulis yang mengatur tata tertib di dalam masyarakat dan terhadap pelanggarna umumnya dikenakan sanksi.

Unsur-unsur dalam hukum:
1)        Peraturan mengenai tingkat laku manusia tingkah laku manusia dalam pergaulan
2)        Peraturan itu bersifat mengikat dan memaksa
3)        Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi, dan
4)        Pelanggaran terhadap peraturan tersebut dikenakan sanksi yang tegas

Tujuan hukum menurut para ahli:
Ø  Menurut Van Kan, tujuan hukum adalah untuk ketertiban dan perdamaian.
Ø  Menurut Wirjono Prodjodikoro, tujuan hukum adalah untuk mengadakan keselamatan, kebahagiaan dan ketertiban dalam masyarakat.

4.        Pengertian Ekonomi
Ilmu ekonomi menurut M. Manulang merupakan suatu ilmu yang mempelajari masyarakat dalam usahanya untuk mencapai kemakmuran (kemakmuran suatu keadaan di mana manusia dapat memenuhi kebutuhannya baik barang-barang maupun jasa).

5.        Hukum Ekonomi
Sunaryati Hartono, mengatakan bahwa hukum ekonomi merupakan penjabaran hukum ekonomi pembangunan dan hukum  ekonomi sosial sehingga hukum ekonomi tersebut mempunyai dua aspek seperti berikut:
1)        Aspek pengatura usaha-usaha pembangunan ekonomi dalam arti peningkatan kehidupan ekonomi secara keseluruhan
2)        Aspek pengaturan usaha-usaha pembagian hasil pembangunan ekonomi secara merata di antara seluruh lapisan masyarakat.
Dasar hukum ekonomi tersebar dalam berbagai aturan-aturan perundang-undangan yang bersumber pada Pancasila dan UUD 1945, serta menganut asas hukum ekonomi yaitu :
1.        asas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan YME,
2.        asas manfaat,
3.        asas demokrasi Pancasila,
4.        asas adil dan merata,
5.        asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam perikehidupan,
6.        asas hukum,
7.        asas kemandirian,
8.        asas keuangan,
9.        asas ilmu pengetahuan,
10.    asas kebersamaan, kekeluargaan, keseimbangan dan kesinambungan dalam kemakmuran rakyat,
11.    asas pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, dan
12.    asas kemandirian yang berwawasan kenegaraan.



BAB II
SUBJEK DAN OBJEK HUKUM

1.        Subjek Hukum
Subjek hukum terdiri dari atas dua, yaitu manusia dan badan hukum.

a.        Manusia (natuurlijke persoon)
Manusia sebagai subjek hukum mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya yang dijamin oleh hukum yang berlaku.
Pasal 1 KUH perdata menyatakan bahwa menikmati hak kewarganegaraan tidak bergantung pada hak-hak kenegaraan. Pada pasal 2 KUH Perdata ditegaskan bahwa anak yang ada dalam kendungan seorang perempuan, dianggap telah dilahirkan bila kepentingan si anak menghenddakinya dan apabila si anak itu mati sewaktu dilahirkan dianggap ia tidak pernah ada.
Menurut hukum, setiap manusia pribadi (natuurlijke person) dianggap cakap bertindak sebagai subjek hukum, kecuali oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap (pasal 1329) KUH Perdata). Oleh karena itu dalam hukum dapat dibedakan dari segi perbuatan-perbuatan hukum, sebagai berikut :
1.        Cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang dewasa menurut hukum (telah berusia 21 tahun) dan berakal sehat
2.        Tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Berdasar pasal 1330 KUH Perdata tentang orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah :
a)        Orang-oran yang belum dewasa (belum mencapai usia 21 tahun)
b)        Orang yang ditaruh dibawah pengampunan (curatele), yang terjadi karena gangguan jiwa, pemabuk, pemboros
c)        Orang wanita yang dalam perkawinan atau yang berstatus sebagai istri (telah dicabut dengan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3/1963 yo pasal 31 UU No. 1 Tahun 1974 yang menetapkan hak dan kedudukan Istri adalah sama dengan suami dalam kehdupan rumah tangga


b.        Badan hukum
Merupakan badan atau perkumpulan yang dinamakan badan hukum (rechts person), yang berarti orang (person) yang diciptakan oleh hukum.
Badan hukum (rechts person) dibedakan dalam dua bentuk sebagai berikut.
1. Badan Hukum Publik (publik rechts person)
2. Badan Hukum Privat (privat rechts person)
2.    Objek Hukum
Menurut pasal 499 KUH Perdata yang disebut “benda” adalah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai sebagi hak milik, sehingga dapat disimpulkan benda adalah segala sesuatu yang dapat menjadi objek dari hak milik (eigendom).
Menurut sistem Hukum perdata yang diatur dalam KUH Perdata benda dapat dibedakan sebagai berikut :
1.        Barang yang wujud (lichamelijk) dan barang yan tidak berwujud (onlichamelijk)
2.        Barang yang begerak dan barang yang tidak bergerak.
3.        Barang yang dapat dipakai habis (vebruikbaar) dan barang-barang yang dipakai tidak habis (onverbruikbaar)
4.        Barang yang sudah ada (tegenwoordigezaken) dan barang-barang yang masih akan ada (toekomstigezaken)
5.        Barang-barang uang dalam perdagangan (zaken in de handle) dan barang-barang yang diluar perdagangan (zaken buiten de handle)
6.        Barang-barang yang dapat dibagi dan barang-barang yang tidak dapat dibagi
Diantara keenam perbedaaan diatas yang paling penting adalah membedakan benda bergerak dan benda tidak bergerak.
a.        Benda Tidak Bergerak
Benda tidak bergerak dibedakan menjadi sebagai berikut:
1.        Benda tidak bergerak karena sifatnya
2.        Benda tidak bergerak karena tujuannya
3.        Benda tidak bergerak karena ketentan undang-undang
b.        Benda Bergerak
Benda bergerak dibedakan menjadi dua sebagai berikut.
1.        Benda bergerak karena sifatnya
2.        Benda bergerak karena ketentuan undang-undang
Pembeda antara benda bergerak dan benda tidak bergerak ini penting artinya karena berhubungan dengan empat hal berikut:
1)        Bezit (pemilikan), dalam hal benda bergerak berlaku asas yang tercantum dalam pasal 1977 KUH perdata.
2)        Levering (penyerahan) terhadap benda bergerak dapat dilakukan penyerahan secara nyata (hand by hand) dari tangan ke tangan),
3)        Verjaring (kedaluwarsa), untuk benda-benda tidak bergeraka tidak mengenal kadaluwarsa, sebab bezit disini sama dengan eigendom atas benda bergerak tersebut
4)        Bezwaring (pembebanan), terhadap benda bergerak dilakukan dengan pand (gadai), sedangkan untuk benda tidak bergerak dengan hipotik, hak tanggungan untuk tanah serta benda-benda selain tanah digunakan fidusa.
Secara garis besar benda terbagi dalam dua sebagai berikut :
1.        Benda yang bersifat kebendaaan
2.        Benda yang bersifat tida kebendaaan
Hak perdata terdiri dari
Hak mutlak
Hak mutlak atau hak absolut, terdiri dari atas:
1.        hak kepribadian
2.        hak-hak yang terletak dalam keluarga
3.        hak mutlak atas suatu benda inilah yang disebut hak kebendaaan

Hak nisbi
Hak nisbi (hak relatif) atau persoonlijk yaitu semua hak yang timbul karena adanya hubungan perutanga, sedangkan perutanhga timbul dari perjanjian.
Hak kebendaan didalam KUH perdata dapat dibedakan menjadi dua kelopok.
1)        Hak kebendaan yang bersifat memberikan kenikmatan atas suatu benda (zakelijk genotsracht).
2)        Hak kebendaan yang sifatnya memberikan jaminan atas perlunasan hutang.
Cara memperoleh hak milik atas suatu benda berdasarkan Pasal 584 BW, hak milik atas suatu benda hanya dapat diperoleh dengan pemilikan karena:
1.        Pelekatan
2.        Kadaluwarsa
3.        Pewarisan
4.        Penyerahan (levering)

3.   Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang (hak jaminan)
Hak jaminan merupakan hak yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan, apabila debitor melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
a.        Jaminan umum
Jaminan umum menurut Pasal 1131 KUH menyatakan bahwa segala kebendaan debitor, baik yang ada maupun yang akan ada, baik bergerak maupun tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya,

b.        Jaminan khusus
Merupakan jaminan yang diberikan hak khusus kepada jaminan, misalnya gadai, hipotik, hak tanggungan dan fidusia.



1)        Gadai
Berdasarkan pasal 1150 KUH Perdata, gadai adalah hak yang diperoleh kreditor atas suatubarang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitor atau orang lain atas namanya untuk jaminan suatu barang
Sifat-sifat gadai:
·           Gadai adalah untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud
·           Gadai bersifat accesoir
·           Adanya bersifat kebendaan
·           Syarat inbezitztelling
·           Hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri
·           Hak preferensi atau hak yang didahulukan
·           Hak gadai tidak dapat dibagi-bagi

2)        Hipotik
Hipotik berdasarkan Pasar 1162 KUH Perdata adalah suatu hak kebendaan atas benda tidak bergerak untuk mengambil penggantian daripadanya bagi perlunasan suatu perhutangan.
Sifat-sifat hipotik:
·           Bersifat accesoir
·           Mempunyai sifat yang senantiasa mengikuti bendanya dalam tagihan tangan siapapu benda tersebut berada
·           Lebih didahulukan pemenuhannya dari piutang yang lain
·           Objeknya benda-benda tetap

Perbedaan Gadai dan Hipotik
1.        Gadai harus disertai dengan penyerahan kekuasaan atas barang yang digadaikan sedangkan hipotik tidak
2.        Gadai dihapus jika barang yang tidak digadaikan berpindah ketangan orang lain sedangkan hipotik tidak
3.        Suatu barang tidak pernah dibebani lebih dari satu gadai walaupun tidak di larang tetapi beberapa hipotik yang bersama-sama dibebankan diatas satu benda adalah sudah merupakan keadaan biasa
4.        Adanya gadai dapat dibuktikan dengan segala macam pembuktian yang dapat dipakai untuk membuktikan perjanjian pokok sedangkan adanya perjanjian hipotik dibuktikan dengan akta otentik.
3)        Hak tanggungan
Berdasarkan pasal 1 (1) UUHT, hak tanggungan merupakan hak
jaminan atas tanah yang dibebankan pada hak atas tanah berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk suatu pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-krditor yang lain.
Benda yang akan dijadikan jaminan hutang yang bersifat khusus dengan hak tanggungan maka harus memenuhi syarat-syarat khusus berikut:
1.        Benda tersebut dapat bersifat ekonomis
2.        Benda tersebut dapat dipindahtanganan haknya kepada pihak lain
3.        Tanah yang akan dijadikan jaminan di tunjuk oleh undang-undang
4.        Tanah-tanah tersebut sudah terdaftar dalam daftar umum bersertifikat.

4)        Fidusia
Fidusia merupakan perjanjian accusor antara debitor dan kreditor yang isinya penyerahan hak milik secara kepercayaan atas benda bergerak milik debitor kepada kreditor, namun benda tersebut masih dikuasai oleh debitur sebagai peminjam pakai.
Bentuk Perjanjian Fidusi
Berdasarkan Pasal 5 ayat 1 UUJF
1.        Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia
2.        Data perjanjian pokokyang dijamin fidusia
3.        Uraian benda yang menjadi objek jaminan fidusia
4.        Nilai penjaminan

BAB 3
HUKUM PERIKATAN

1.        Pengertian
Perikatan merupakan hubungan yang terjadi diantara dua orang atau lebihyang terletak dalam harta kekayaan, dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu.
Perjajian merupakan suatu peristiwa dimana pihak yang satu perjanji kepada pihak yang lain untuk melaksanakan suat hal. Dari perjanjia ini ditimbulkan suatu peristiwa berupa hubungan hukum antara kedua belah pihak. Hubungan tersebutlah yang dinamakan perikatan.
Dengan demikian hubungan perikatan dengan perjanjian adalah perjanjian menimbulkan perikatan, dengan kata lain perjanjian merupakan salah satu sumber yang paling banyak menimbulkan perikatan, karena hukum perjanjian menganut sistem terbuka. Oleh karena itu setiap masyarakat bebas melakukan perjanjian.

2.        Dasar Hukum Perikatan
Menurut KUH Perdata, sumber daripada perikatan terdiri dari:
1.        Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian)
2.        Perikatan yang timbul dari undang-undang,
3.        Bukan karena perjanjian, terjadi karena perbuatan melanggar hukum dan perwakilan suka rela
4.        Yurisprudensi, merupakan suatu keputusan hakim terdahulu yang diikuti oleh hakim-hakim lainnya dalam perkara yang sama
5.        Hukum tertulis dan hukum tidak tertulis
6.        Ilmu pengetahuan hukum

3.    Asas-Asas Dalam Hukum Perjanjian
1. Asas kebebasan berkontrak, dalam pasal 1338 KUH Perdata, dikatakan bahwa segala sesuatu perjanjian dibuat secara sah oleh para pihak, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
2. Asas konsesualisme, dikatakan bahwa perjanjian tersebut lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengeni hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas, dalam pasal 1320 KUH Perdata. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4(empat) syarat sebagai berikut :
a)      Kata sepakat antara pihak yang mengikat dirinya.
b)      Cakap untuk membuat sutau perjanjian.
c)      Mengenai hal tertentu
d)     Suatu sebab yang halal
Dilihat dari syarat-syarat sah perjanjian maka dapat dibedakan bagian dari suatu perjanjian yaitu sebagai berikut :
a)      Bagian inti (ensensial) merupakan bagian yang sifatnya harus ada di dalam perjanjian.
b)      Bagian bukan inti, terdiri dari naturalia dan aksidentiali. Naturalia, merupakan sifat yang dibawah oleh perjanjian. Aksidentialia, merupakan sifat yang melekat pada perjanjian hal secara tegas diperjanjikan oleh para pihak.
Akibat terjadinyapejanjian, undang-undang menntukan bahwa perjanjian yang sah berlaku sebagi undang-undang. Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagi undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Asas kepribadian, bahwa perjanjian hanya mengikat bagi para pihak yang membuatnya, kecuali perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga.

4.        Wansprestasi Dan Akibat-Akibatnya
Wanprestasi timbul apabila salah satu pihak (beditor) tidak melakukan apa yang diperjanjikan, atau ia alpha atau lalai ingkar janji. Adapun bentuk daripada wanprestasi dapat berupa empat macam yaitu :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan
3. Melakukan apa yang dijanjikan tapi terlambat
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjnjian tidak boleh dilakukannya
Pasal 1238 KUH Perdata menyebutkan bagaimana caranya memeperingatkan seseorang debitor, di mana pasal ini berbunyi:
  Si berutang adalah lalai, bila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatan sendiri, jika ini akan menetapkan bahwa si berutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang telah ditentukan”.
            Terhadap kelalaian atau kealpaan si debitor sebagai pihak yang wajib melakukan sesuatu, diancam beberapa sanksi atau hukuman.
a)      Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti rugi).
b)      Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian.
c)      Peralihan Resiko.
            Jenis-jenis resiko :
a.       Resiko dalam perjanjian sepihak, diatur dalam Pasal 1460 KUH Perdata, dimana resiko ditanggung oleh debitur.
b.      Resiko dalam perjanjian timbal-balik. Terbagi dalam :Resiko dalam jual beli, diatur dalam pasal 1460 KUH Perdata, resiko ditanggung pembeli.
c.       Resiko dalam tukar menukar, diatur dalam pasal 1553 KUH Perdata, resiko ditanggung pemiik barang.
d.      Resiko dalam sewa menyewa, diatur dalam pasal 1553, resiko ditanggung pemilik barang.
       d) Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan didepan hakim. Berdasarkan Pasal 181 ayat (1) H.I.R, pihak yang dikalahkan diwajibkan membayar biaya perkara. Sedangkan Pasal 1267 KUH Perdata menyebutkan pihak yang merasa perjanjian tidak dipenuhi, oleh memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lainnya untuk memenuhi perjanjian, ataukah ia akan menuntut pembatalan perjanjian itu disertai penggantian biaya, rugi dan bunga.
Seorang debitoryang dituduh lalai ia dapat mebela diri dengan mengajukan beberapa macam alasan untuk membebaskan dirinya dari hukuman-hukuman. Pembelaan tersebut ada 3 (tiga) macam sebagai berikut .
1. Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa (overmacht atau force majeur). Debitor menunjukkan bahwa tidak terlaksanya apa yang dijanjikan itu disebabkan oleh hal-hal yang sama sekali tidak terduga, dan di mana ia tidak dapat berbuat apa-apa terhadap keadan atau peristiwa yang timbul di luar dugaan tadi.
2. Mengajukan bahwa si berpiiutang (kreditor) sendiri juga telah lalai (exceptio non adimpleti contractus). Merupakan suatu yurisprudensi, suatu peraturan hukum yang telah diciptakan oleh para hakim.
3. Pelepasan hak (rechtverwerking). Merupakan suatu sikap pihak kreditor dari mana pihak kreditor boleh menyimpulkan bahwa kreditor itu sudah tidak akan menuntut ganti rugi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar