TUGAS
RINGKASAN
ASPEK
HUKUM DALAM EKONOMI BAB I, II, III
OLEH
HENDRI
ANGGA SETIAWAN

JURUSAN
EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
PAPUA
![]() |
Manokwari
6
April 201
BAB I
HUKUM EKONOMI
1.
Pengertian Hukum
Untuk memperoleh pengertian yang lebih
komprehensif tentang hukum dalam ekonomi, perlu ditijau kembali terlebih dahulu
pengertian hukum dan ekonomi.
2.
Kaidah/Norma
Norma merupakan aturan perilaku dalam
suatu kelompok tertentu, dimana setiap anggota masyarakat mengetahui hak dan
kewajiban di dalam lingkungan masyarakat sehingga memungkinkan seseorang bisa
menentukan terlebihdahulu bagaimana tindakan seseorang itu untuk dinilai orang
lain.
Norma yang berlaku di masyarakat yang
mempengaruhi tingkat laku manusia yaitu sebagai berikut:
1)
Norma Agama,
merupakan peraturan yang diterima sebagai perintah, lrangan dan anjuran yang
diperoleh dari Tuhan YME, bersifat umum dan universal, apanbila dilanggar maka
mendapat sanksi hukum yang diberikan Tuhan YME.
2)
Norma
kesusilaan, merupakan aturan hidup yang berasal dari hati sanubari manusia itu
sendiri, bersifat umum dan universal, apabila dilanggar setiap manusia tersebut
akan menyesalkan dirinya sendiri.
3)
Norma kesopanan,
merupakan peraturan hidup yang timbul daripada pergaulan manusia, berupa suatu
tatanan pergaulan masyarakat, apabila dilanggar oleh setiap anggota masyarakat
akan dicela/diasingkan oleh masyarakat setempat.
4)
Norma hukum,
merpakn aturan yang bersifat mengiat pada setiap orang yang pelaksanaannya
dapat dipertahankan dengan segala paksaan.
3.
Hukum
Dalam memberikan pengertian hukum, para
ahli sarjana ilmu hukum melihat dari berbagai sudut pandang, diantaranya
adalah:
Ø Menrut Van Kan
Hukum merupakan keseluruhan peraturan hidup yang
bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat.
Ø Menurut Utrecht
Hukum merupakan himpunan peraturan (baik berupa
perintah maupun larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan
seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkuran
Ø Menurut Wiryono Kusumo
Hukum merupakan keseluruhan peraturan baik yang
tertulis mapun tidak tertulis yang mengatur tata tertib di dalam masyarakat dan
terhadap pelanggarna umumnya dikenakan sanksi.
Unsur-unsur dalam hukum:
1)
Peraturan
mengenai tingkat laku manusia tingkah laku manusia dalam pergaulan
2)
Peraturan itu
bersifat mengikat dan memaksa
3)
Peraturan itu
diadakan oleh badan-badan resmi, dan
4)
Pelanggaran
terhadap peraturan tersebut dikenakan sanksi yang tegas
Tujuan hukum menurut para ahli:
Ø Menurut Van Kan, tujuan hukum adalah untuk
ketertiban dan perdamaian.
Ø Menurut Wirjono Prodjodikoro, tujuan hukum adalah
untuk mengadakan keselamatan, kebahagiaan dan ketertiban dalam masyarakat.
4.
Pengertian Ekonomi
Ilmu ekonomi menurut M. Manulang
merupakan suatu ilmu yang mempelajari masyarakat dalam usahanya untuk mencapai
kemakmuran (kemakmuran suatu keadaan di mana manusia dapat memenuhi
kebutuhannya baik barang-barang maupun jasa).
5.
Hukum Ekonomi
Sunaryati Hartono, mengatakan bahwa
hukum ekonomi merupakan penjabaran hukum ekonomi pembangunan dan hukum ekonomi sosial sehingga hukum ekonomi
tersebut mempunyai dua aspek seperti berikut:
1)
Aspek pengatura
usaha-usaha pembangunan ekonomi dalam arti peningkatan kehidupan ekonomi secara
keseluruhan
2)
Aspek pengaturan
usaha-usaha pembagian hasil pembangunan ekonomi secara merata di antara seluruh
lapisan masyarakat.
Dasar hukum
ekonomi tersebar dalam berbagai aturan-aturan perundang-undangan yang bersumber
pada Pancasila dan UUD 1945, serta menganut asas hukum ekonomi yaitu :
1.
asas keimanan
dan ketaqwaan terhadap Tuhan YME,
2.
asas manfaat,
3.
asas demokrasi
Pancasila,
4.
asas adil dan
merata,
5.
asas
keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam perikehidupan,
6.
asas hukum,
7.
asas
kemandirian,
8.
asas keuangan,
9.
asas ilmu
pengetahuan,
10.
asas
kebersamaan, kekeluargaan, keseimbangan dan kesinambungan dalam kemakmuran
rakyat,
11.
asas pembangunan
ekonomi yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, dan
12.
asas kemandirian
yang berwawasan kenegaraan.
BAB II
SUBJEK DAN OBJEK HUKUM
1.
Subjek Hukum
Subjek hukum terdiri dari atas dua,
yaitu manusia dan badan hukum.
a.
Manusia (natuurlijke persoon)
Manusia sebagai subjek hukum mempunyai
hak dan mampu menjalankan haknya yang dijamin oleh hukum yang berlaku.
Pasal 1 KUH perdata menyatakan bahwa
menikmati hak kewarganegaraan tidak bergantung pada hak-hak kenegaraan. Pada
pasal 2 KUH Perdata ditegaskan bahwa anak yang ada dalam kendungan seorang
perempuan, dianggap telah dilahirkan bila kepentingan si anak menghenddakinya
dan apabila si anak itu mati sewaktu dilahirkan dianggap ia tidak pernah ada.
Menurut hukum, setiap manusia pribadi
(natuurlijke person) dianggap cakap bertindak sebagai subjek hukum, kecuali
oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap (pasal 1329) KUH Perdata). Oleh
karena itu dalam hukum dapat dibedakan dari segi perbuatan-perbuatan hukum,
sebagai berikut :
1.
Cakap melakukan
perbuatan hukum adalah orang dewasa menurut hukum (telah berusia 21 tahun) dan
berakal sehat
2.
Tidak cakap
melakukan perbuatan hukum. Berdasar pasal 1330 KUH Perdata tentang orang yang
tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah :
a)
Orang-oran yang
belum dewasa (belum mencapai usia 21 tahun)
b)
Orang yang
ditaruh dibawah pengampunan (curatele), yang terjadi karena gangguan jiwa,
pemabuk, pemboros
c)
Orang wanita
yang dalam perkawinan atau yang berstatus sebagai istri (telah dicabut dengan
Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3/1963 yo pasal 31 UU No. 1 Tahun 1974 yang
menetapkan hak dan kedudukan Istri adalah sama dengan suami dalam kehdupan
rumah tangga
b.
Badan hukum
Merupakan badan
atau perkumpulan yang dinamakan badan hukum (rechts person), yang berarti orang
(person) yang diciptakan oleh hukum.
Badan hukum
(rechts person) dibedakan dalam dua bentuk sebagai berikut.
1. Badan Hukum Publik
(publik rechts person)
2. Badan Hukum Privat
(privat rechts person)
2. Objek Hukum
Menurut pasal 499 KUH Perdata yang
disebut “benda” adalah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai
sebagi hak milik, sehingga dapat disimpulkan benda adalah segala sesuatu yang
dapat menjadi objek dari hak milik (eigendom).
Menurut sistem Hukum perdata yang diatur
dalam KUH Perdata benda dapat dibedakan sebagai berikut :
1.
Barang yang
wujud (lichamelijk) dan barang yan tidak berwujud (onlichamelijk)
2.
Barang yang
begerak dan barang yang tidak bergerak.
3.
Barang yang
dapat dipakai habis (vebruikbaar) dan barang-barang yang dipakai tidak habis
(onverbruikbaar)
4.
Barang yang
sudah ada (tegenwoordigezaken) dan barang-barang yang masih akan ada
(toekomstigezaken)
5.
Barang-barang
uang dalam perdagangan (zaken in de handle) dan barang-barang yang diluar
perdagangan (zaken buiten de handle)
6.
Barang-barang
yang dapat dibagi dan barang-barang yang tidak dapat dibagi
Diantara keenam
perbedaaan diatas yang paling penting adalah membedakan benda bergerak dan
benda tidak bergerak.
a.
Benda Tidak Bergerak
Benda tidak bergerak dibedakan menjadi sebagai
berikut:
1.
Benda tidak
bergerak karena sifatnya
2.
Benda tidak
bergerak karena tujuannya
3.
Benda tidak
bergerak karena ketentan undang-undang
b.
Benda Bergerak
Benda bergerak dibedakan menjadi dua sebagai
berikut.
1.
Benda bergerak
karena sifatnya
2.
Benda bergerak
karena ketentuan undang-undang
Pembeda antara benda bergerak dan benda
tidak bergerak ini penting artinya karena berhubungan dengan empat hal berikut:
1)
Bezit
(pemilikan), dalam hal benda bergerak berlaku asas yang tercantum dalam pasal 1977 KUH perdata.
2)
Levering
(penyerahan) terhadap benda bergerak dapat dilakukan penyerahan secara nyata
(hand by hand) dari tangan ke tangan),
3)
Verjaring
(kedaluwarsa), untuk benda-benda tidak bergeraka tidak mengenal kadaluwarsa,
sebab bezit disini sama dengan eigendom atas benda bergerak tersebut
4)
Bezwaring
(pembebanan), terhadap benda bergerak dilakukan dengan pand (gadai), sedangkan
untuk benda tidak bergerak dengan hipotik, hak tanggungan untuk tanah serta
benda-benda selain tanah digunakan fidusa.
Secara garis
besar benda terbagi dalam dua sebagai berikut :
1.
Benda yang
bersifat kebendaaan
2.
Benda yang
bersifat tida kebendaaan
Hak perdata terdiri
dari
Hak mutlak
Hak mutlak atau
hak absolut, terdiri dari atas:
1.
hak kepribadian
2.
hak-hak yang
terletak dalam keluarga
3.
hak mutlak atas
suatu benda inilah yang disebut hak kebendaaan
Hak nisbi
Hak nisbi (hak relatif) atau persoonlijk
yaitu semua hak yang timbul karena adanya hubungan perutanga, sedangkan
perutanhga timbul dari perjanjian.
Hak kebendaan didalam KUH perdata dapat
dibedakan menjadi dua kelopok.
1)
Hak kebendaan
yang bersifat memberikan kenikmatan atas suatu benda (zakelijk genotsracht).
2)
Hak kebendaan
yang sifatnya memberikan jaminan atas perlunasan hutang.
Cara memperoleh hak milik atas suatu
benda berdasarkan Pasal 584 BW, hak milik atas suatu benda hanya dapat
diperoleh dengan pemilikan karena:
1.
Pelekatan
2.
Kadaluwarsa
3.
Pewarisan
4.
Penyerahan
(levering)
3. Hak kebendaan yang bersifat sebagai
pelunasan hutang (hak jaminan)
Hak jaminan merupakan hak yang melekat
pada kreditor yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan eksekusi
kepada benda yang dijadikan jaminan, apabila debitor melakukan wansprestasi
terhadap suatu prestasi (perjanjian).
a.
Jaminan umum
Jaminan umum menurut Pasal 1131 KUH
menyatakan bahwa segala kebendaan debitor, baik yang ada maupun yang akan ada,
baik bergerak maupun tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang
yang dibuatnya,
b.
Jaminan khusus
Merupakan jaminan yang diberikan hak
khusus kepada jaminan, misalnya gadai, hipotik, hak tanggungan dan fidusia.
1)
Gadai
Berdasarkan pasal 1150 KUH Perdata,
gadai adalah hak yang diperoleh kreditor atas suatubarang bergerak yang
diberikan kepadanya oleh debitor atau orang lain atas namanya untuk jaminan
suatu barang
Sifat-sifat gadai:
·
Gadai adalah
untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak
berwujud
·
Gadai bersifat
accesoir
·
Adanya bersifat
kebendaan
·
Syarat
inbezitztelling
·
Hak untuk
menjual atas kekuasaan sendiri
·
Hak preferensi
atau hak yang didahulukan
·
Hak gadai tidak
dapat dibagi-bagi
2)
Hipotik
Hipotik berdasarkan Pasar 1162 KUH
Perdata adalah suatu hak kebendaan atas benda tidak bergerak untuk mengambil
penggantian daripadanya bagi perlunasan suatu perhutangan.
Sifat-sifat hipotik:
·
Bersifat
accesoir
·
Mempunyai sifat
yang senantiasa mengikuti bendanya dalam tagihan tangan siapapu benda tersebut
berada
·
Lebih
didahulukan pemenuhannya dari piutang yang lain
·
Objeknya
benda-benda tetap
Perbedaan Gadai dan Hipotik
1.
Gadai harus
disertai dengan penyerahan kekuasaan atas barang yang digadaikan sedangkan
hipotik tidak
2.
Gadai dihapus
jika barang yang tidak digadaikan berpindah ketangan orang lain sedangkan
hipotik tidak
3.
Suatu barang
tidak pernah dibebani lebih dari satu gadai walaupun tidak di larang tetapi
beberapa hipotik yang bersama-sama dibebankan diatas satu benda adalah sudah
merupakan keadaan biasa
4.
Adanya gadai
dapat dibuktikan dengan segala macam pembuktian yang dapat dipakai untuk
membuktikan perjanjian pokok sedangkan adanya perjanjian hipotik dibuktikan
dengan akta otentik.
3)
Hak tanggungan
Berdasarkan pasal 1 (1)
UUHT, hak tanggungan merupakan hak
jaminan atas tanah yang dibebankan pada hak atas
tanah berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan
dengan tanah itu untuk suatu pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan
yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-krditor yang lain.
Benda yang akan dijadikan jaminan hutang
yang bersifat khusus dengan hak tanggungan maka harus memenuhi syarat-syarat
khusus berikut:
1.
Benda tersebut
dapat bersifat ekonomis
2.
Benda tersebut
dapat dipindahtanganan haknya kepada pihak lain
3.
Tanah yang akan
dijadikan jaminan di tunjuk oleh undang-undang
4.
Tanah-tanah
tersebut sudah terdaftar dalam daftar umum bersertifikat.
4)
Fidusia
Fidusia merupakan perjanjian accusor
antara debitor dan kreditor yang isinya penyerahan hak milik secara kepercayaan
atas benda bergerak milik debitor kepada kreditor, namun benda tersebut masih
dikuasai oleh debitur sebagai peminjam pakai.
Bentuk Perjanjian Fidusi
Berdasarkan Pasal 5 ayat 1 UUJF
1.
Identitas pihak
pemberi dan penerima fidusia
2.
Data perjanjian
pokokyang dijamin fidusia
3.
Uraian benda
yang menjadi objek jaminan fidusia
4.
Nilai penjaminan
BAB 3
HUKUM PERIKATAN
1.
Pengertian
Perikatan merupakan hubungan yang
terjadi diantara dua orang atau lebihyang terletak dalam harta kekayaan, dengan
pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi
itu.
Perjajian merupakan suatu peristiwa
dimana pihak yang satu perjanji kepada pihak yang lain untuk melaksanakan suat
hal. Dari perjanjia ini ditimbulkan suatu peristiwa berupa hubungan hukum
antara kedua belah pihak. Hubungan tersebutlah yang dinamakan perikatan.
Dengan demikian hubungan perikatan dengan
perjanjian adalah perjanjian menimbulkan perikatan, dengan kata lain perjanjian
merupakan salah satu sumber yang paling banyak menimbulkan perikatan, karena
hukum perjanjian menganut sistem terbuka. Oleh karena itu setiap masyarakat
bebas melakukan perjanjian.
2.
Dasar Hukum Perikatan
Menurut KUH Perdata,
sumber daripada perikatan terdiri dari:
1.
Perikatan yang
timbul dari persetujuan (perjanjian)
2.
Perikatan yang
timbul dari undang-undang,
3.
Bukan karena
perjanjian, terjadi karena perbuatan melanggar hukum dan perwakilan suka rela
4.
Yurisprudensi,
merupakan suatu keputusan hakim terdahulu yang diikuti oleh hakim-hakim lainnya
dalam perkara yang sama
5.
Hukum tertulis
dan hukum tidak tertulis
6.
Ilmu pengetahuan
hukum
3. Asas-Asas Dalam Hukum Perjanjian
1. Asas kebebasan
berkontrak, dalam pasal 1338 KUH Perdata, dikatakan bahwa segala sesuatu
perjanjian dibuat secara sah oleh para pihak, berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya.
2. Asas
konsesualisme, dikatakan bahwa perjanjian tersebut lahir pada saat tercapainya
kata sepakat antara para pihak mengeni hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan
sesuatu formalitas, dalam pasal 1320 KUH Perdata. Untuk sahnya suatu perjanjian
diperlukan 4(empat) syarat sebagai berikut :
a)
Kata sepakat antara pihak yang mengikat dirinya.
b)
Cakap untuk membuat sutau perjanjian.
c)
Mengenai hal tertentu
d)
Suatu sebab yang halal
Dilihat dari
syarat-syarat sah perjanjian maka dapat dibedakan bagian dari suatu perjanjian
yaitu sebagai berikut :
a)
Bagian inti (ensensial) merupakan bagian yang sifatnya harus ada di dalam
perjanjian.
b)
Bagian bukan inti, terdiri dari naturalia dan aksidentiali. Naturalia, merupakan
sifat yang dibawah oleh perjanjian. Aksidentialia, merupakan sifat yang melekat
pada perjanjian hal secara tegas diperjanjikan oleh para pihak.
Akibat
terjadinyapejanjian, undang-undang menntukan bahwa perjanjian yang sah berlaku
sebagi undang-undang. Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagi
undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Asas
kepribadian, bahwa perjanjian hanya mengikat bagi para pihak yang membuatnya,
kecuali perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga.
4.
Wansprestasi Dan Akibat-Akibatnya
Wanprestasi timbul apabila salah satu pihak (beditor) tidak melakukan apa
yang diperjanjikan, atau ia alpha atau lalai ingkar janji. Adapun bentuk
daripada wanprestasi dapat berupa empat macam yaitu :
1. Tidak melakukan apa yang
disanggupi akan dilakukannya
2. Melaksanakan apa yang
dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan
3. Melakukan apa yang
dijanjikan tapi terlambat
4. Melakukan sesuatu yang
menurut perjnjian tidak boleh dilakukannya
Pasal 1238 KUH Perdata menyebutkan bagaimana caranya memeperingatkan
seseorang debitor, di mana pasal ini berbunyi:
Si berutang adalah lalai,
bila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah
dinyatakan lalai, atau demi perikatan sendiri, jika ini akan menetapkan bahwa
si berutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang telah
ditentukan”.
Terhadap
kelalaian atau kealpaan si debitor sebagai pihak yang wajib melakukan sesuatu,
diancam beberapa sanksi atau hukuman.
a)
Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti rugi).
b)
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian.
c)
Peralihan Resiko.
Jenis-jenis resiko :
a.
Resiko dalam perjanjian sepihak, diatur dalam Pasal 1460 KUH Perdata,
dimana resiko ditanggung oleh debitur.
b.
Resiko dalam perjanjian timbal-balik. Terbagi dalam :Resiko dalam jual
beli, diatur dalam pasal 1460 KUH Perdata, resiko ditanggung pembeli.
c.
Resiko dalam tukar menukar, diatur dalam pasal 1553 KUH Perdata, resiko
ditanggung pemiik barang.
d.
Resiko dalam sewa menyewa, diatur dalam pasal 1553, resiko ditanggung
pemilik barang.
d) Membayar biaya perkara, kalau sampai
diperkarakan didepan hakim. Berdasarkan Pasal 181 ayat (1) H.I.R, pihak yang
dikalahkan diwajibkan membayar biaya perkara. Sedangkan Pasal 1267 KUH Perdata
menyebutkan pihak yang merasa perjanjian tidak dipenuhi, oleh memilih apakah
ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lainnya untuk
memenuhi perjanjian, ataukah ia akan menuntut pembatalan perjanjian itu
disertai penggantian biaya, rugi dan bunga.
Seorang debitoryang dituduh lalai
ia dapat mebela diri dengan mengajukan beberapa macam alasan untuk membebaskan
dirinya dari hukuman-hukuman. Pembelaan tersebut ada 3 (tiga) macam sebagai
berikut .
1. Mengajukan tuntutan adanya
keadaan memaksa (overmacht atau force majeur). Debitor menunjukkan bahwa tidak
terlaksanya apa yang dijanjikan itu disebabkan oleh hal-hal yang sama sekali
tidak terduga, dan di mana ia tidak dapat berbuat apa-apa terhadap keadan atau
peristiwa yang timbul di luar dugaan tadi.
2. Mengajukan bahwa si
berpiiutang (kreditor) sendiri juga telah lalai (exceptio non adimpleti
contractus). Merupakan suatu yurisprudensi, suatu peraturan hukum yang telah
diciptakan oleh para hakim.
3. Pelepasan hak
(rechtverwerking). Merupakan suatu sikap pihak kreditor dari mana pihak
kreditor boleh menyimpulkan bahwa kreditor itu sudah tidak akan menuntut ganti
rugi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar